Indonesia darurat pertambangan ilegal. Isu menjamurnya pertambangan ilegal kembali mencuat pasca Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka mencuit di akun twitternya ada sosok bekingan ngeri yang memback-up pertambangan ilegal ini.
Untuk itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusungkan pembentukan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum). Hal tersebut menjadi upaya pemerintah dalam memberantas pertambangan ilegal yang saat ini menjadi buah bibir publik.
Dalam memberantas pertambangan ilegal yang menjamur di Indonesia, Pakar Hukum Pertambangan Ahmad Redi mengungkapkan bahwa pembentukan Ditjen Gakkum oleh Kementerian ESDM tidaklah cukup.
Dia menilai, pembentukan Ditjen Gakkum ini belum bisa menjadi solusi Pertambangan Tanpa Izin (PETI) yang marak terjadi di Indonesia.
Lalu, bagaimana seharusnya pemerintah mengambil langkah dalam membersihkan tambang ilegal dalam negeri? Redi mengungkapkan, sumber masalah Pertambangan Tanpa Izin (PETI) ini berasal dari sisi hulu. Oleh karena itu pemerintah bisa memfasilitasi dengan memberikan IUP (Izin Usaha Pertambangan) ataupun IPR (Izin Pertambangan Rakyat).
“Permasalahan PETI ini ada di hulu, yaitu masalah sosial dan ekonomi. Permasalahan sosial ekonomi PETI ini dapat dilakukan dengan fasilitasi pemberian IUP/IPR kepada penambang yang tadinya ilegal agar menjadi legal agar memberikan kemanfaatan kesejahteraan bagi masyarakat penambang dan penerimaan negara,” pungkasnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (6/12/2022).
Rencana pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM dalam pembentukan Ditjen Gakkum, Redi menilai belum menjadi solusi. Hal tersebut menimbang sudah adanya aparat penegak hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang bertugas dalam mengawasi PETI di kawasan hutan.
“Pembentukan Ditjen Gakkum di KESDM belum mampu menjadi solusi PETI, mengingat pertama, Saat ini telah ada aparat penegak hukum, yaitu polisi dan Gakkum KLHK apabila PETI dalam kawasan hutan,” tuturnya.
Untuk itu, Redi menyarankan pemerintah bisa membentuk kelembagaan satuan tugas (satgas) gabungan yang mencakup Kemenko Polhukam, Kepolisian, KESDM, KLHK, Kemdagri. “Bilapun ada kelembagaan maka sebaiknya hanya dibentuk Satgas gabungan yg melibatkan Kemenko Polhukam, Kepolisian, KESDM, KLHK, Kemdagri,” katanya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengungkapkan bahwa selama ini pemerintah selalu meningkatkan pengawasan dan mengupayakan pelayanan yang baik.
Dia menyebut, pertambangan ilegal yang heboh dibicarakan akhir-akhir ini merupakan aksi dari oknum yang ingin jalan pintas dalam menambang dan mendapatkan keuntungan yang besar.
“Secara umum saya mengatakan pertambangan ilegal ini lebih karena orang mau jalan pintas saja, kalo mau diurus izinnya bisa kok,” ungkap Ridwan kepada CNBC Indonesia dalam program acara Mining Zone, dikutip Selasa (6/12/2022).
Ridwan mengungkapkan pemerintah tidak pernah melarang masyarakatnya dalam mencari nafkah dalam sektor pertambangan. Namun untuk mencapai hal tersebut memang ada sejumlah regulasi yang harus diikuti.
“Kami terus buka peluang siapa saja boleh ikut pertambangan, masyarakat pun boleh, ada izin pertambangan rakyat yang sekarang sudah dilonggarkan bisa sampai 100 hektar dikelola masyarakat namun sekali lagi harus diurus izinnya supaya kami bisa pantau membantu, dan menata,” ujarnya.
Selain itu, Kementerian ESDM juga terus mengimbau perusahaan besar untuk membina mitra kecil dalam aktivitas pertambangan. “Kita mengimbau (perusahaan) yang besar-besar lah ya, yang besar-besar kita ajak agar membina mitranya yang kecil-kecil,” tandasnya.
Berbicara mengenai bekingan tambang ilegal yang dinilai mengerikan, Ridwan menyebutkan hal tersebut bisa teratasi dengan baik. Ridwan menyebutkan bahwa masalah bekingan tambang ilegal bisa diajak bicara dengan baik. “Menurut saya kalau pun ada bekingan begitu, sejauh pengalaman saya ya masih bisa kita ajak bicara kok,” pungkasnya.